JAWAB > Pada dasarnya, tajdîdun-nikâh hukumnya boleh-boleh saja (mubah) dan tidak mengakibatkan rusak atau fasakh-nya akad yang pertama. Demikian ditegaskan oleh Ibnu Hajar dalam Syarhis-Syihâb. Namun, hukum mubah ini bisa berkembang menjadi hukum yang lain sesuai dengan keyakinan dan tujuan pelakunya:
a. Haram, apabila pelakunya berkeyakinan bahwa dengan tajdîdun-nikâh bisa mengubah dan memperbaiki ekonomi keluarga.
b. Wajib, bila dikaitkan dengan kewajiban melaksanakan peraturan pemerintah yang mengharuskan akad nikah semuanya harus tercatat dalam catatan sipil (dan tentunya tidak disertai keyakinan-keyakinan di atas)
Lihat: Syarhus-Syihâb, VII/391;Ghâyatut-Talkhîsh, 206; Bugyatul-Mustarsyidîn, 91; Fathul-Bârî, XIII/199
0komentar:
Posting Komentar